Nusantaratv.com - Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto mendesak Pemerintah menyusun ulang strategi besar (grand strategy) pengelolaan industri migas (minyak dan gas) nasional. Strategi itu dibuat berdasarkan perubahan kondisi potensial cadangan migas nasional serta perubahan lingkungan strategis dan transisi energi hijau
"Perlu dikembangkan strategi baru dalam pengelolaan industri migas nasional di era senja kala seperti sekarang ini. Agar pengelolaan migas kita optimal bagi kesejahteraan rakyat Indonesia. Ini perlu mendapat perhatian dan keseriusan Presiden Jokowi. Tanpa perubahan strategi besar tersebut Indonesia akan sulit untuk mengoptimal pengelolaan migas nasional bagi kesejahteraan rakyat," ujar Mulyanto saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII DPR RI dengan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), di Ruang Rapat Komisi VII, Senayan, Jakarta, Rabu (16/11/2022).
Dilanjutkannya, bila manajemen SKK Migas dan Pemerintah tidak membuat terobosan besar atau berkegiatan bussiness as usual seperti sekarang ini maka lifting minyak akan terus anjlok. Bahkan target lifting APBN yang sudah rendah sekalipun tetap tidak tercapai. Sehingga laporan program eksplorasi dan pengeboran yang disampaikan SKK Migas, yang dikatakan sudah dilakukan secara masif dan agresif, tidak akan berarti apa-apa, selama target lifting yang ditetapkan tidak tercapai.
"Jadi mustahil, tahun 2030 bisa tercapai lifting satu juta barel per hari (BPH), kalau target lifting tahunan terus-menerus turun dan kinerja lifting tahunan tidak tercapai.Yang terjadi justru melebarnya gap realisasi dengan target 1 juta BPH. Perlu kerja extraordinary, termasuk investasi besar untuk menemukan giant discovery. Dan ini tentu tidak mudah, kalau iklim usahanya masih seperti sekarang ini," tambahnya.
Politisi Fraksi PKS ini juga prihatin, pasalnya di saat harga minyak dunia naik, ternyata nilai investasi di bidang hulu migas tidak ada kenaikan. Pengusaha migas cenderung menggunakan keuntungan untuk membayar utang, membagikan deviden atau diversifikasi investasi di bidang green energy. Termasuk juga fakta hengkangnya perusahaan minyak raksasa asing dari Indonesia seperti Total, Chevron, ConocoPhilips dan Shell.
Oleh karenanya, dia menilai, selain perlunya penguatan kelembagaan SKK Migas, yang juga penting untuk menarik investor adalah soal kepastian hukum. Jangan sampai kasus Blok Masela Abadi Maluku, yang membuat Shell batal investasi, berulang di Blok gas Andaman Aceh. "Pemerintah perlu serius segera mematangkan revisi UU Migas," tegasnya.