Nusantaratv.com-Perguruan Tinggi memiliki peran krusial untuk menentukan kualitas SDM Indonesia. Karena itu, untuk mendukung implementasi Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023, seluruh perguruan tinggi dinilai perlu menerapkan otonomi pendidikan untuk mengakselerasi perbaikan mutu pendidikan yang lebih baik. Tanpanya, kebijakan peniadaan kewajiban membuat karya ilmiah sebagai syarat lulus mahasiswa tidak akan berdampak signifikan terhadap penguraian masalah pendidikan di Indonesia.
“Kampus itu punya otonomi kampus. Jadi, kampus nanti menerapkan, tadi kami, saya sendiri mengusulkan bahwa kampus harus punya tipe-tipe yang spesialisasi apa, mau universitas riset, (atau) universitas vokasi, jadi harus jelas. Kampus pun juga harus menerapkan visi misinya,” ungkap Anggota Komisi X DPR RI Himmatul Aliyah saat ditemui Parlementaria usai agenda Dialektika Demokrasi bertajuk ‘Merdeka Belajar! Membedah Permendikbudristek Nomor 53 tahun 2023’, di Gedung Nusantara III, DPR RI, Senayan, Jakarta, (13/9/2023).
Perlu diketahui, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim meluncurkan kebijakan Merdeka Belajar: Kampus Merdeka bagi perguruan tinggi pada Jumat (24/1/2019) lalu. Di dalam kebijakan tersebut, perguruan tinggi dengan akreditasi A dan B diberikan otonomi kampus.
Otonomi tersebut dapat dimaknai dengan perguruan tinggi tersebut memperoleh kebebasan sekaligus tanggung jawab untuk mengatur kebijakan dan mengambil keputusan terkait kurikulum, metode pengajaran, pengelolaan sumber daya, dan evaluasi pendidikan. Sebab itu, Himma menilai keberhasilan Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 berada pada para petinggi kampus.
“Dengan ada visi misi (kampus) yang jelas maka jurusan dan spesialisasinya yang dibuka juga jelas. Jangan nanti kampus berdiri, jurusan tertentu malah semakin jenuh (terlalu banyak mahasiswa) gitu ya. Kan banyak nih orang asal dapat gelar tapi jurusannya sebenarnya sudah jenuh, jadi tidak terserap setelah kuliah. Kita juga perlu memperhatikan perkembangan AI sekarang ini,” pungkas Politisi Fraksi Partai Gerindra itu.
Pada kesempatan yang sama, Sesditjen Diktiristek Prof. Tjitjik Sri Tjahjandarie menjelaskan peniadaan kewajiban karya tulis ilmiah sebagai syarat lulus mahasiswa tidak akan mengganggu penerapan Standar Nasional Pendidikan (SNP). Maka dari itu, dirinya meminta para petinggi di seluruh perguruan tinggi agar merumuskan peraturan dan kebijakan guna perbaikan mutu kampus.
“Bukan berarti kita (ingin) menurunkan standar kompetensi lulusan, sama sekali tidak. Jadi, oleh karena itu, apakah ini optimisme akan meningkatkan jumlah lulusan? Ya (dan) tidak. (Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023) jelas kita tidak menurunkan standar mutu lulusan sarjana, itu penting. Kami ingin hasil karya-karya yang tidak harus dalam bentuk naskah skripsi ini, juga dapat rekognisi pengguna lulusan atau stakeholder,” tandas Tjijik.
Hadir pula dalam kesempatan itu, Ketua Program Studi Administrasi Publik Program Doktor Universitas Moestopo Pandji Sukmana dan Wakil Rektor Universitas Mercu Buana Rizki Briandana.