Pemenjaraan Korban Penggunaan Narkotika Sebabkan Pemborosan Anggaran Negara

Nusantaratv.com - 05 November 2022

Anggota Komisi III DPR RI Hinca Panjaitan saat mengikuti Kunjungan Kerja Legislasi Komisi III DPR RI di Palangkaraya, Sabtu (5/11/2022). (Bianca/nvl)
Anggota Komisi III DPR RI Hinca Panjaitan saat mengikuti Kunjungan Kerja Legislasi Komisi III DPR RI di Palangkaraya, Sabtu (5/11/2022). (Bianca/nvl)

Penulis: Ramses Manurung

Nusantaratv.com - Anggota Komisi III DPR RI Hinca Panjaitan menyoroti kelebihan kapasitas Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) yang diisi oleh para narapidana narkotika. Menurutnya, pemenjaraan korban pengguna narkotika telah menyebabkan pemborosan anggaran negara.

Hinca mencontohkan, misalnya, untuk satu korban penggunaan narkoba karena membeli paket hemat sebesar Rp150 ribu dikenakan hukuman pidana. Namun, pihak berwenang akan mengeluarkan anggaran yang tidak sebanding dengan narkoba yang dikonsumsi oleh penyalahguna narkoba tersebut. Hal tersebut menurutnya merupakan pemborosan anggaran negara.

"Kalau kita hitung budget-nya. Dengan seseorang menggunakan narkoba yang paket hemat seharga Rp150 ribu, polisi akan mengeluarkan anggaran paling tidak Rp10 juta, Jaksa Rp10 juta, Hakim Rp10 juta, lalu diproses persidangannya ya, kalau dikumpulin Rp30 juta. Lalu diputuskan hukumannya, banyak yang divonis lima-tujuh tahun. Kalau satu hari biaya makannya Rp30 ribu di Lapas, kalikan satu bulan berapa, kalikan satu tahun berapa, kalikan lima tahun berapa. Maka itu menjadi puluhan bahkan ratusan juta, tergantung berapa tahun (vonis)nya tadi," jelasnya kepada Parlementaria, usai mengikuti Kunjungan Kerja Legislasi Komisi III DPR RI di Palangkaraya, Sabtu (5/11/2022).

Untuk itu, Hinca mendorong pihak berwenang untuk menerapkan konsep penegakan hukum dalam permasalahan narkotika dengan benar. Yakni, dengan mengobati korban pengguna narkotika, bukan malah memenjarakan. Sehingga, berakibat pada semakin banyaknya narapidana dalam Lapas dan berimbas pada anggaran yang harus disiapkan.

Anggaran yang besar tersebut, menurutnya, lebih baik digunakan untuk mengobati (merehabilitasi) korban penggunaan narkoba. Sebab, di sana peran negara yang harus hadir dengan melindungi dan melayani warga negara yang sakit. Di mana pengguna narkotika sejatinya adalah korban yang sakit yang harus diobati, bukan dihukum.

"Apa hebatnya penegakan hukum (dengan cara seperti ini). Pertama, dia salah menerapkan konsepnya. Kedua, dapat menjebol APBN kita. Karena itu saya berteriak mengatakan, kita hentikan ini semua, kita hentikan kesalahan kolektif ini. Mulai dari polisi, jaksa, dan hakim. Ini kesalahan bersama, kita hentikan, kita perbaiki. Mari kita tobat nasional," tegasnya.

Terakhir, Politisi Fraksi Partai Demokrat ini mengatakan akan mengusulkan kepada Presiden Jokowi untuk mengampuni korban penggunaan narkotika yang sudah terlanjur dipidana. 

"Saya meminta Presiden Jokowi sebagai kepala negara untuk mengampuni seluruh pengguna, korban-korban yang tadi, orang-orang sakit yang dipidana itu, negara harus mengeluarkannya, mengampuninya, dan mengobatinya sampai sembuh," tutupnya.

Diketahui, Revisi Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika sedang menjadi pembahasan di Komisi III DPR RI. Terkait revisi UU tersebut, Komisi III sedang menerima dan mengumpulkan berbagai masukan dari berbagai pihak sebagai bahan pembahasan RUU tersebut. Pada Jumat (4/11) Komisi III menggali masukan RUU Narkotika dengan menggelar diskusi bersama Kapolda Kalimantan Tengah, Kepala BNNP Kalimantan Tengah dan Kajati Kalimantan Tengah beserta jajaran, di Palangka Raya, Kalimantan Tengah.

 

 

0

(['model' => $post])

x|close