Metode ‘Crysis’ Tutup Celah Terjadinya Korupsi Politik dalam Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

Nusantaratv.com - 26 Januari 2024

Kepala Pusat Perancangan Undang-Undang Bidang Politik Hukum dan Hak Asasi Manusia (PUU Bidang Polhukham), Lidya Suryani Widayati saat menjadi narasumber dalam dalam acara Focus Group Discussion (FGD) yang bertema 'Politik Hukum Dalam Undang-Undang Mengenai Pembentukan Peraturan Perundang-undangan' di Kota Bima, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Selasa (23/01/2024). Foto : Runi/Man
Kepala Pusat Perancangan Undang-Undang Bidang Politik Hukum dan Hak Asasi Manusia (PUU Bidang Polhukham), Lidya Suryani Widayati saat menjadi narasumber dalam dalam acara Focus Group Discussion (FGD) yang bertema 'Politik Hukum Dalam Undang-Undang Mengenai Pembentukan Peraturan Perundang-undangan' di Kota Bima, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Selasa (23/01/2024). Foto : Runi/Man

Penulis: Bagas Adi Pangestu

Nusantaratv.com - Kepala Pusat Perancangan Undang-Undang Bidang Politik Hukum dan Hak Asasi Manusia (PUU Bidang Polhukham), Lidya Suryani Widayati menyampaikan hadirnya metode Corruption Risk Analysis(Crisys), bertujuan untuk menutup celah terjadinya korupsi politik (political corruption) dalam pembentukan peraturan perundang-undangan terutama dalam penyusunan Naskah Akademik (NA) dan Rancangan Undang-Undang (RUU). Adanya metode Crisys tersebut memungkinkan untuk menjadi pintu masuk perubahan UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (P3) kedepan. 

Pasalnya, dua metode saat ini, yakni metode Regulatory Impact Analysis (RIA) dan metode Rule, Opportunity, Capacity, Communication, Interest, Process, and Ideology (ROCCIPI) yang digunakan dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 2022 tentang P3 tersebut sudah dua kali terjadi perubahan namun masih terdapat permasalahan. 

Demikian disampaikan Lidya usai menjadi narasumber dalam dalam acara Focus Group Discussion (FGD) yang bertema 'Politik Hukum Dalam Undang-Undang Mengenai Pembentukan Peraturan Perundang-undangan'. FGD tersebut diselenggarakan oleh Pusat PUU Bidang Polhukham Badan Keahlian (BK) Sekretariat Jenderal DPR RI di Kota Bima, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Selasa (23/01/2024).

"Kedua metode (yaitu) Regulatory Impact Analysis (RIA) di dalam UU P3, ada pula metode Rule, Opportunity, Capacity, Communication, Interest, Process, and Ideology (ROCCIPI) sangat disayangkan masih belum bisa dilaksanakan dengan baik oleh perancang peraturan perundang-undangan baik di pusat maupun di daerah. Dengan demikian, hadirnya metode Crisys mampu mewujudkan peraturan perundang-undangan yang baik antara lain peraturan perundang-undangan yang bebas dari political corruption,” ujarnya.

Lidya juga menjelaskan lebih lanjut, kedepannya perlu menyiapkan Naskah Akademik (NA) dan Rancangan Undang-Undang (RUU) itu lebih baik lagi. Salah satunya bagaimana NA dan RUU dapat menutup celah peluang terjadinya korupsi yaitu dengan menganalisis norma-norma dalam tahap penyusunan RUU. 

Salah satunya bagaimana agar Naskah Akademik dan RUU dapat menutup celah peluang terjadinya korupsi yaitu dengan menganalisis norma-norma dalam tahap penyusunan RUU. 

Sebagaimana disampaikan dalam FGD tersebut, ia merumuskan sanksi pidana yang dapat diganti dengan denda teramat tinggi mungkin saja bisa membuka peluang terjadinya suap-menyuap sehingga terjadinya pungli. Persoalan tersebut harus ada solusi, sehingga diharapkan adanya pembicaraan yang penerapannya tidak membuka peluang terjadinya korupsi.

"Diharapkan pembuatan NA dan RUU kedepannya bisa lebih baik memiliki gagasan baru agar metode Crisys dapat masuk pada lampiran di dalam perubahan Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,” jelasnya.

Ada beberapa contoh Undang-Undang yang ternyata pelaksanaannya membuka peluang potensi korupsi. Hadirnya metode baru berupaya untuk menutup celah-celah tersebut. Tim penyusun telah membuat dua puluh tujuh kriteria yang harus menjadi acuan bagi para perancang, analis legislatif, dan juga tenaga ahli.

Di tempat yang sama, Rektor Universitas Muhammadiyah Kota Bima, Ridwan mengapresiasi adanya metode Crisys ini. Menurutnya, hal ini sangat menarik ada pendekatan baru dalam proses legislasi guna mewujudkan perancangan perundang-undangan lebih baik yang berbasis pada analis pencegahan korupsi. 

“Saya mengapresiasi adanya metode Crisys dapat dikembangkan dan disosialisasikan agar pola pemerintah kita ini bisa menjadi jauh lebih baik kedepan. Sebagai komunitas akademik, saya mengapresiasi model baru dari yang disampaikan,” jelasnya. 

Salah satu masalah pokok tata kelola pemerintahan ini adalah persoalan keterbukaan dan persoalan kebocoran. Karena itu harus mengutamakan penekanan pada pencegahan pada korupsi menjadi sangat urgen dan penting dan ini salah satu metode yang bagus. Turut Hadir dalam FGD, Ketua Badan Legislasi Supratman Andi Agtas, PJ Wali Kota Bima Mohammad Rum, Rektor Mbojo Rifai, Rektor Universitas Muhammadiyah Ridwan, Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Bima Taufik Firmanto, Ketua Program Studi Ilmu Administrasi Negara Universitas Mbojo Tauhid, Analis Peraturan Perundang-undangan dan Perancangan Peraturan Perundang-undangan Pemerintah Kota Bima Niswati.

0

(['model' => $post])

x|close