Nusantaratv.com - Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda mendorong agar penyelesaian masalah guru honorer dalam seleksi Guru dan Tenaga Kependidikan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (GTK PPPK) dikembalikan pada kepentingan awalnya.
Yaitu, untuk mendorong afirmasi guru-guru honorer yang telah mengabdi lama untuk masuk dalam seleksi dan menjadi ASN PPPK. Menurutnya, para guru yang telah mengabdi tersebut membutuhkan apresiasi dan pengakuan dari negara.
Terlebih, banyak dari mereka yang akan memasuki usia pensiun. "Tadi saya bilang sudah stop dulu saja skema yang lain tuntaskan dulu P1, P2, P3 ini tuntas baru ngomongin skema yang lain lagi," ungkap Huda usai Rapat Kerja Komisi X dengan Kemendikbudristek RI, di Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta, Kamis (3/11/2022).
Dia menjelaskan bahwa dengan situasi yang terjadi saat ini, ia meyakini bahwa rekrutmen satu juta guru yang direncanakan selesai dalam satu tahun tidak akan terpenuhi. Sebab, jumlah rekrutmen yang ada saat ini masih banyak yang belum bisa terserap. Padahal pengangkatan akan dilaksanakan pada tahun 2023.
"Artinya, selama tiga tahun ini kita baru akan merekrut sekitar kurang lebih 500.000 dari target satu juta. Waktu itu target satu juta akan capai dalam medium satu tahun, di 2021. Jadi sekali lagi ini banyak PR (pekerjaan rumah, red), kita ingin ini dituntaskan," imbuh politisi Fraksi PKB ini.
Lebih lanjut, permasalahan yang menjadi bottle neck tersebut terjadi karena pemerintah daerah merasa anggarannya tidak cukup bila pembiayaannya menggunakan APBD. Sedangkan, pemerintah pusat juga belum memberikan anggaran yang sesuai kondisi di lapangan.
"Kalau ini terus-menerus begini sampai nanti tahun 2023, lantas di 2024 target satu juta nggak akan tercapai. Padahal kebutuhan kita memang mengangkat satu juta guru. Paling tidak melalui jalur PPPK ini. Kebutuhan itu, gak bisa ditawar. Nah, Kalau sekarang baru terisi 500 akan ada akan ada masalah di pendidikan kita nanti," lanjutnya.
Dia mengaku belum sinkronnya antara pemerintah pusat dengan daerah menjadi permasalahan lain yang ditemukan dalam perekrutan tersebut. Selain itu, rekrutmen dalam satu juta guru yang dalam prosesnya terjadi beberapa perubahan skema seperti merekrut fresh graduate, guru honorer sekolah swasta, juga terkait penilaian yang dirasa menjadi tumpang tindih.
"Kemendikbud menggebu-nggebu, Kemenkeu nggak mengalokasikan anggaran khusus, Kemendagri ngerasa ini membebani pemerintah daerah. Akhirnya surat edarannya berbeda dengan surat edaran dikeluarkan oleh Kemendikbud, oleh kemenkeu, oleh BKN," jelas politisi asal Jawa Barat ini.