Komisi VII Dorong Pengembangan Industri Pengolahan Kakao di Bandung

Nusantaratv.com - 20 Januari 2023

Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno saat bertukar cenderamata usai melakukan Kunspik ke ke PT Papandayan Cocoa Industries (Barry Callebaut) di Kota Bandung, Jawa Barat. Foto: Oji/nr
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno saat bertukar cenderamata usai melakukan Kunspik ke ke PT Papandayan Cocoa Industries (Barry Callebaut) di Kota Bandung, Jawa Barat. Foto: Oji/nr

Penulis: Ramses Manurung

Nusantaratv.com - Komisi VII DPR RI melakukan Kunjungan Kerja Spesifik (Kunspik) ke PT Papandayan Cocoa Industries (Barry Callebaut) di Kota Bandung, Jawa Barat. Wakil Ketua Komisi VII DPR RI yang juga selaku Ketua Tim Kunspik Komisi VII, Eddy Soeparno menekankan pihaknya mendorong adanya pengembangan industri pengolahan kakao di wilayah tersebut.

Sebab, menurutnya, sekitar 15 (lima belas) tahun lalu, Indonesia pernah berjaya dengan menjadi produsen bahan baku coklat terbesar di dunia, yaitu biji kakao. Produksinya pernah mencapai 600 ribu ton pertahun, sekarang tersisa hanya sekitar 200 ribu ton pertahun.

"Terjadi penurunan produksi kakao sementara tingkat konsumsi cokelat masyarakat kita justru kian meningkat karena perbaikan taraf hidup, kelas menengahnya semakin kuat dan UMKMnya semakin berkembang," ungkap Eddy, Kamis (19/1/2023).

Politisi Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) itu menambahkan, imbas dari menurunnya produksi kakao nasional itu maka terjadilah impor bahan baku cokelat, yaitu biji kakao. Impor tersebut jumlahnya kian meningkat dari tahun ke tahun untuk memenuhi kebutuhan produksi pabrik pengolahan kakao di Indonesia.

"Sehubungan dengan hal itu, maka Komisi VII DPR RI yang membidangi salah satunya sektor perindustrian, memandang perlu untuk menjadikan PT Papandayan Cocoa Industries sebagai obyek Kunjungan Kerja Spesifik Komisi VII DPR RI," imbuhnya.

Kunjungan ini dilakukan sebagai bentuk dukungan Komisi VII DPR RI dalam sektor perindustrian di Indonesia, khususnya sektor hilirisasi kakao nasional. Kunjungan ini juga dalam rangka memberikan dukungan pada produsen pengolah kakao di Indonesia agar produknya dapat berpotensi menjadi komoditas ekspor Indonesia ke negara luar.

"Kita juga mendiskusikan apa yang menjadi sebab para petani kakao turun produksinya, bagaimana mengakselerasi pertumbuhan industri cokelat ini terutama di sektor makanan (food sector) kelas UMKM, seperti usaha kue rumahan, cafe, resto minuman coklat dan sebagainya. Ini menjadi pekerjaan rumah bagi kita untuk tidak saja menguatkan industri hilirnya saja (sektor industri pengolahan) tetapi juga menjamin adanya suplai bahan baku dari dalam negeri. Perlu ada kombinasi antara coklat impor dengan coklat dalam negeri supaya rasanya bisa masuk di konsumen Indonesia," tandasnya.

Legislator Dapil Jawa Barat III meliputi Kabupaten Cianjur dan Kota Bogor ini menilai peta pengembangan industri cokelat di Kementerian Perindustrian sudah cukup baik. Meskipun demikian, tetap diperlukan penguatan, peningkatan kapasitas, dan inovasi produk terus menerus karena selera konsumen terus berubah.

"Industri ini berorientasi ekspor maka bagaimana kita bisa meningkatkan produksi dalam negeri supaya basis ekspor kita besar, sehingga meningkatkan nilai perdagangan kita dan surplus. Terutama dari sektor hulu (petani kakao) perlu segera dibenahi agar mampu kembali berproduksi dengan baik dan kembali ke masa kejayaan kakao 15 tahun lalu," pungkas Eddy.

Sementara itu, Managing Director PT Papandayan Cocoa Industries (Barry Calebaut) Ciptadi Sukono menjelaskan bahwa PT Papandayan Cocoa Industries merupakan salah satu perusahaan lokal yang mengolah biji kakao menjadi produk turunan berupa cokelat. Pabrik pengolahan kakao terbesar di Indonesia ini terletak di kota Bandung dengan output lebih dari 70 KMT/tahun. Pabrik ini menjadikan biji kakao lokal sebagai salah satu pasokan utamanya yang menghasilkan brand yang berkualitas untuk konsumsi industri skala besar, menengah, maupun kecil.

"Selain memenuhi kebutuhan lokal (dalam negeri), kami juga mengekspor lebih separuh dari output-nya ke seluruh penjuru dunia yaitu 35 negara tujuan. Berdiri sejak tahun 1968 dan menjadi bagian dari Barry Callebaut sejak akuisisi dari Delfi di tahun 2013," jelas Ciptadi.

Karena itu, ia mengaku sangat senang mendapat kunjungan dari Komisi VII DPR RI, serta mendikusikan tentang bagaimana memajukan industri pengolahan kakao, apa saja kendalanya, serta tantangan di masa depan.

"Kami juga berkomitmen untuk mengambil biji kakao berkualitas dari para petani lokal. Beberapa tahun terakhir kami aktif mendampingi sekitar 40 ribu petani kakao untuk membangun sektor industri kakao ini bersama. Namun kami juga membutuhkan bantuan pemerintah dari segi bibit, lahan, pupuk dan akses ke dana permodalan sehingga para petani kakao ini bisa kembali berjaya seperti dahulu," tutupnya. 

 

0

(['model' => $post])