Nusantaratv.com - Anggota Komisi VI DPR RI Subardi menyoroti progress pembangunan ruas jalan tol Yogyakarta-Bawen dan jalan tol Yogyakarta-Solo.
Dia memastikan pembangunan jalan tol tersebut dibangun secara berkelanjutan dan sesuai target waktu penyelesaiannya.
"Ini jadi perhatian khusus Komisi VI, harus ada target waktu, anggaran, dan tepat waktu penyelesaiannya. Tentu jika ada persoalan dan kendala baik itu kendala wilayahnya atau persoalan yang lain tentu akan kami bantu selesaikan," jelas Subardi pada Kunjungan Kerja Reses Komisi VI DPR RI di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), beberapa hari yang lalu.
Dalam pembangunan ruas jalan tol Yogyakarta-Bawen dan Yogyakarta-Solo Politisi fraksi partai Nasdem itu juga mengusulkan agar adanya konektifitas rest area dengan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) masyararkat sekitar.
"Harus ada slot atau ruang kepada UMKM lokal itu agar bisa mempertahankan kehidupan mereka dengan bisnis UMKM-nya. Jangan sampai dibangun jalan tol masyarakat jadi kehilangan pasarnya," ungkap Subardi.
Di sisi lain, lanjut Subardi, terkait persoalan pembebasan lahan, dimana karakter wilayah di DIY berbeda dengan karakter wilayah di provinsi lainnya. Pasalnya, kata dia, di DIY tidak ada kepemilikan tanah negara melainkan tanah milik desa atau milik kesultanan.
Dimana dalam pengelolaan hak pakainya diberikan kepada desa atau untuk tujuan proses administrasi pada pemerintahan.
"Nah ketika tanah itu mau digunakan untuk pembangunan jalan tol tentu harus ada proses administrasi yang diselesaikan, dalam hal ini harus ada keterlibatan keraton atau kesultanan. Nah ini yang harus dirumuskan, walaupun kita sudah ada payung hukumnya, yakni Peraturan Menteri Agraria yang menyangkut soal tanah, nah mudah-mudahan kalau persoalan ini nanti bisa dilacak, bisa tuntas, harusnya tidak jadi sebuah masalah," tambahnya.
Hal senada turut diungkapkan Anggota Komisi VI DPR RI Hendrik Lewerissa yang berharap progres pembangunan ruas jalan tol Yogyakarta-Bawen dan jalan tol Yogyakarta-Solo dapat diselesaikan sesuai dengan jangka waktu yang sudah ditetapkan dalam perjanjian atau dalam sebuah kontrak.
Sebab, menurutnya, konsekuensi dari keterlambatan peneyelesaian proyek infrastruktur memiliki risiko yang besar terhadap kerugian bagi negara.
"Tentu kita tidak menghendaki adanya kerugian, dengan adanya Penyertaan Modal Negara (PMN) yang disuntikkan kepada BUMN Adhikarya selaku BUMN yang menangani, tentu dengan harapan direksi dan manajemennya bisa meningkatkan kinerja operasional dan keuangannya. Dan kita juga berharap terhadap BUMN di bidang konstruksi lainnya dapat tumbuh menjadi perusahaan konstruksi yang sehat," harapnya.
Lebih lanjut, dalam hal pembebasan lahan, Hendrik juga menilai hal teraebut merupakan sebuah tantangan terbesar dalam suatu proyek infrastruktur yang harus dihadapi oleh perusahaan BUMN konstruksi. "Tentu agar berjalan lancar tetap membutuhkan dukungan dari berbagai pihak termasuk pemerintah pusat dan daerah," tukasnya.