Nusantaratv.com - Ketua Komisi VI DPR RI Faisol Riza meminta pemerintah memanggil Duta Besar Jepang untuk Indonesia (H.E) Kenji Kanasugi. Pemanggilan itu untuk menjelaskan keputusan Jepang membuang limbah radioaktif dari PLTN Fukushima dan imbasnya pada negara lain, termasuk Indonesia.
Faisol mengatakan, limbah nuklir yang dibuang otoritas Jepang perlu mendapatkan perhatian Pemerintah Indonesia. “Pemerintah perlu memanggil Dubes Jepang untuk meminta penjelasan dan informasi selengkap mungkin,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Parlementaria, di Jakarta, Rabu (11/10/2023).
Politisi Fraksi PKB itu juga meminta Kementerian Perdagangan untuk berkoordinasi dengan lembaga setara di Jepang. Koordinasi itu untuk mengantisipasi gejolak terkait produk impor seafood dari Jepang. Isu seafood dari Jepang menjadi perhatian karena air tercemar radioaktif itu dibuang ke laut.
Dalam laporan operator PLTN Fukushima, Tepco, ditemukan ada ikan yang mengandung radioaktif jauh di atas batas aman. Untuk itu, Faisol menekankan perlunya perhatian internasional untuk memastikan keamanan limbah itu. Sebab, dengan dibuang ke laut, imbasnya akan dirasakan tidak hanya oleh Jepang.
Diketahui, pada Agustus-November 2023, Jepang memutuskan membuang 15.600 ton air tercemar limbah radioaktif dari inti reaktor PLTN Fukushima. Sampai Maret 2023, total akan dibuang hampir 34.000 ton air tercemar limbah radioaktif dari inti reaktor PLTN Fukushima.
Jepang mengabaikan keberatan berbagai bangsa atas pembuangan itu. Puluhan ribu orang di berbagai negara berunjuk rasa menolak pembuangan itu. Peneliti nuklir pada Greenpeace Asia Timur, Shaun Burnie, menyebut, sekutu Jepang mengutamakan politik alih-alih melindungi lingkungan.
Karena pembuangan dilakukan sekutunya, AS dan Anggota G7 mendukung keputusan Jepang. ”Jepang gagal melindungi bangsanya, khususnya nelayan dan orang orang yang hidup dari laut. Jepang juga mengecewakan bangsa-bangsa di Pasifik,” kata Burnie.
Greenpeace Jepang menyebut, pembuangan itu mengabaikan berbagai bukti ilmiah yang menyebut limbah itu membahayakan lingkungan. ”Pemerintah Jepang dan TEPCO menyesatkan dan keliru menyatakan tidak ada alternatif atas keputusan mereka,” kata Hisayo Takada, Manajer Greenpeace Jepang.
Greenpeace menyebut, belum semua risiko radioaktif dari pembuangan itu dievaluasi. Dalam kajian Greenpeace dan sejumlah panel ahli, air itu tidak hanya mengandung tritium. Air limbah PLTN Fukushima juga mengandung antara lain karbon-14, cesium 137, kobalt-60, strontium-90, dan yodium-129. Total ada 621 jenis senyawa radioaktif dalam limbah bekas air pendingin PLTN Fukushima.
Karbon-14 butuh setidaknya 5.000 tahun untuk hilang. Senyawa itu bisa memicu mutasi genetika. Adapun strontium-90 dapat memicu kanker tulang dan darah. Berdasarkan data TEPCO, kandungan strontium-90 pada limbah PLTN Fukushima 100 kali lebih tinggi dari ambang batas.
Greenpeace mengingatkan, limbah PLTN Fukushima berbeda dari PLTN lain. Limbah Fukushima mengandung lebih banyak jenis dan jumlah radioaktif. Sebab, limbah itu bersentuhan dengan inti reaktor PLTN. Di PLTN lain, limbah sisa air pendingin sama sekali tidak bersentuhan dengan inti reaktor. ”Tidak layak membandingkan limbah PLTN Fukushima dengan PLTN lain,” demikian pernyataan Greenpeace Jepang.