Komisi IX Terima Asosiasi Apoteker Bahas Dampak Penangguhan Peredaran Obat Sirop

Nusantaratv.com - 15 November 2022

Anggota Komisi IX DPR RI Saleh Partaonan Daulay di Gedung Nusantara I, Senayan Jakarta, Senin (14/11/2022). (Munchen/Man)
Anggota Komisi IX DPR RI Saleh Partaonan Daulay di Gedung Nusantara I, Senayan Jakarta, Senin (14/11/2022). (Munchen/Man)

Penulis: Adiantoro

Nusantaratv.com - Komisi IX DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Pengurus Pharmacist Talking Club dan Pengurus Kesatuan Aksi Memperjuangkan Profesi Apoteker Kuat (KAMPAK). 

Pada RDPU tersebut dibahas kondisi terkini terkait kejadian Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) pada anak yang dikaitkan dengan penggunaan obat sirop. Disinggung pula peran praktik keapotekeran dalam melindungi masyarakat Indonesia dalam penggunaan obat dan sediaan farmasi lainnya. 

Anggota Komisi IX DPR RI Saleh Partaonan Daulay menjelaskan dua asosiasi profesi apoteker itu mengadukan berbagai persoalan yang berkenaan gagal ginjal akut. Menurut para apoteker itu, bahwa gagal ginjal akut itu bukan penyebab satu-satunya karena obat sirop.

"Karena itu mereka tentu mengharapkan ada tindakan lanjut yang harus dilakukan terkait dengan temuan itu. Sehingga dengan demikian dapat dibuktikan dengan akurat dan akademik bahwa ada penyebab utama dari gagal ginjal akut itu," jelas Saleh di Gedung Nusantara I, Senayan Jakarta, Senin (14/11/2022).

Diketahui, penangguhan peredaran obat sirop pasca melonjaknya kasus GGAPA di Indonesia memunculkan beberapa polemik baru. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) sempat mengeluarkan larangan peredaran seluruh obat berbentuk sirop/cair pada sementara waktu selama penelitian penyebab GGAPA dilakukan.

Politisi PAN tersebut mengatakan bahwa para praktisi yang hadir dalam RDPU ini menginginkan adanya uji empiris terhadap obat-obat sirop yang peredarannya ditangguhkan sebelum adanya tindak lanjut, seperti pemusnahan maupun pemberian sanksi kepada pihak yang dianggap bersalah.

Di sisi lain, menurutnya, para apoteker tersebut juga menyayangkan ditariknya seluruh jenis obat sirop. Dari keterangan yang diterima, tambah Saleh, tidak semua obat sirop mengandung Polietilen Glikol (PEG) yang bisa menyebabkan cemaran Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) yang ditengarai menjadi penyebab munculnya gangguan ginjal akut pada anak.

"Perlu dicatat bahwa (obat) sirop itu tidak semuanya mengandung EG dan DEG. Jadi, nggak semua ada tetapi tetap ditarik juga dari peredaran. Karena itu maka mereka bingung," tambah legislator dapil Sumatera Utara II itu.

Senada yang disampaikan Saleh, Koordinator Kesatuan Aksi Memperjuangkan Profesi APoteker (KAMPAK) Merry Patrilinilla Chresna berharap agar pemerintah memberi regulasi yang jelas soal pemberian obat sirop pada anak. 

Terlebih tidak semua obat sirop mengandung cemaran EG dan DEG. Menurutnya, para apoteker kebingungan sebab banyak orang tua yang mengeluh sulit mengobati anaknya dengan obat berbahan puyer.

"Tidak semua anak mau menerima (puyer). Kadang dimuntahkan kembali, obat nggak masuk, dan anak nggak sembuh-sembuh. Karena sirop bisa ditambah bahan lain sehingga rasanya lebih acceptable oleh anak-anak. Berbeda dengan puyer, dan ini jadi trouble, ibu-ibu jadi resah dan banyak mengeluh pada kami," jelas Merry.

Di sisi lain, belum adanya kejelasan mengenai regulasi pada obat sirop yang tak ditarik membuat apoteker dilematis dalam memberi pelayanan pada masyarakat. Terlebih, Kemenkes sempat menghentikan peredaran obat sirup di pasaran.

Dia mengatakan, hal itu membuat banyak pihak mulai dari pemerintah daerah sampai kepolisian melakukan sidak ke apotek untuk menyita, dan mengawasi peredaran obat sirop. Kondisi tersebut membuat apoteker ketakutan jika harus memberikan obat sirup pada anak.

"Ketika kami mau layani kan, khawatir ternyata dianggap sebuah kesalahan. Padahal secara keilmuan kami bertanggung jawab. Profesi kami sudah disumpah," imbuhnya.

Dia juga memandang informasi Kemenkes serta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) kerap tak sama soal daftar obat yang dilarang. Hal itu kian membingungkan para apoteker dan masyarakat. Sehingga memunculkan stigma bahwa semua obat sirup berbahaya dan tak layak dikonsumsi.

0

(['model' => $post])

x|close