Nusantaratv.com - Anggota Komisi II DPR RI Mardani Ali Sera menilai perlunya penerapan kebijakan transisi usai Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) resmi diundangkan pada 31 Oktober lalu.
Menurutnya, hal ini terkait dengan tenaga honorer yang resmi akan dihapus pada akhir 2024 setelah UU ini berlaku.
"Untuk meningkatkan kinerja pelayanan publik, penataan ASN dan tenaga honorer diatur dalam UU Nomor 20 Tahun 2023. Dalam hal tenaga honorer, penting diberlakukannya beberapa kebijakan transisi agar penataannya dapat berjalan dengan efektif sehingga nasib tenaga honorer semakin terjamin," kata Mardani dalam keterangannya, Kamis (9/11/2023).
Salah satu hal krusial yang diatur dalam UU ASN yang baru menyangkut penataan tenaga kerja non-Aparatur Sipil Negara (ASN) alias tenaga honorer.
Selain itu, dalam UU tersebut juga menetapkan batas waktu hingga Desember 2024 untuk penataan tenaga honorer, yang tidak boleh dipecat meski status honorer nantinya akan dihapuskan.
Mardani menekankan pendataan yang teliti terhadap tenaga honorer sehingga status kepegawaian mereka akan tetap terjamin saat penghapusan tenaga honorer dilakukan.
Tentunya dengan mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk lamanya pegawai tersebut bekerja hingga peningkatan kesejahteraan eks tenaga honorer.
"Kebijakan transisi diperlukan untuk memastikan penghapusan status tenaga honorer tidak merugikan mereka yang telah mengabdi lama. Karena ini adalah amanat dari UU ASN yang telah disahkan oleh DPR beberapa waktu lalu. Perjelas proses transisi para tenaga honorer ini. Jangan sampai karena missed di masalah teknis, nasib mereka jadi tidak jelas," lanjut Politisi Fraksi PKS ini.
Legislator dari Dapil DKI Jakarta I ini menambahkan, kebijakan penghapusan tenaga honorer harus diikuti dengan langkah-langkah konkret untuk memastikan ketersediaan posisi bagi mereka yang sebelumnya merupakan tenaga honorer.
Mardani mengingatkan, Pemerintah harus menyiapkan tempat kerja baru bagi mantan pegawai honorer.
"Pemerintah juga perlu memastikan bahwa penghapusan tenaga honorer tidak akan mengganggu pelayanan publik akibat kurangnya personil memadai untuk menangani tugas-tugas yang sebelumnya mereka kerjakan," sebutnya.
Mengenai nasib tenaga honorer, UU ASN mengamanatkan dibuatnya peraturan pelaksana paling lama 6 bulan terhitung sejak UU diundangkan.
"Aturan teknis ini harus pro terhadap para tenaga honorer. Dengan begitu, nasib mereka menjadi terjamin saat kebijakan penghapusan tenaga honorer berlaku. Apabila sampai akhir 2024 ada yang belum memiliki kepastian tempat kerja baru, maka hal itu harus diatur dalam kebijakan transisi," pungkasnya.