Nusantaratv.com - Anggota Komisi IX DPR RI Rahmad Handoyo memberikan sejumlah masukan konstruktif kepada Direktur Utama BPJS Kesehatan guna penyempurnaan penyelenggaraan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Salah satunya terkait optimalisasi investasi. Ia mengingatkan, agar BPJS Kesehatan tetap melakukan investasi dana sesuai aturan dan dengan proses kehati-hatian supaya tidak menimbulkan masalah di kemudian hari.
“Dulu ada berita tentang investasi yang sempat gaduh, untuk itu kami mengingatkan jangan salah investasi sesuai dengan ketentuan menteri keuangan, optimalisasi investasi harus dijalankan dengan proses kehati-hatian,” ungkap Rahmad dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi IX bersama Direktur Utama dan Dewan Pengawas BPJS di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (4/4/2023).
Sisi lain, Politisi dari Fraksi PDI-Perjuangan ini meminta agar BPJS Kesehatan tidak hanya berfokus pada pelayanan namun juga pada kepesertaan. Hal ini sejalan dengan catatan dari dewan pengawas yang menyatakan bahwa BPJS perlu melakukan pengembangan sistem aplikasi berbasis digital untuk menjangkau seluruh segmen peserta.
“Jangan hanya fokus pelayanan saja, bagaimana direksi mengejar perusahaan-perusahaan yang masih banyak belum mendaftarkan pekerjanya ke BPJS Kesehatan, itu perlu kita kejar,” jelas Rahmad.
Selanjutnya, Rahmad juga meminta Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti untuk mendalami kasus yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia terkait ‘bisnis’ kerjasama fasilitas kesehatan dengan BPJS. Hal ini menurutnya menimbulkan asumsi kompetisi yang membahayakan BPJS Kesehatan ke depannya. Untuk itu, ia meminta agar Dirut BPJS juga menaruh perhatian terhadap diskriminasi yang dialami faskes-faskes di daerah.
“Kenapa ada RS terpilih dan tidak terpilih ini kan seperti ada kompetisi yang melibatkan BPJS, dengan adanya pertanyaan yang datang kepada saya timbul asumsi bahwa ternyata kerjasama dengan BPJS itu ada ‘bisnis’ nya, mudah-mudahan salah,” terangnya.
“Oleh karena itu, yang memungkinkan punya alkes jantung itu jangan ada diskriminasi, jangan ada kompetensi antar RS,” tambahnya.
Sebelumnya, Direktur BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti mengatakan saat ini aset bersih dana jaminan sosial (DJS) dalam kondisi surplus, jumlahnya mencapai Rp 56,51 triliun pada akhir 2022. Menurutnya, dana tersebut dikatakan sehat karena dinilai dapat membiayai estimasi pembayaran klaim selama 5,98 bulan ke depan.
Ghufron menambahkan, terjadi peningkatan kerjasama BPJS Kesehatan dan fasilitas kesehatan yang signifikan di tahun lalu. Sepanjang tahun 2022, BPJS Kesehatan telah bekerja sama dengan 23.730 fasilitas kesehatan (faskes) tingkat pertama dan 2.963 rumah sakit (RS) dimana 63%nya merupakan rumah sakit swasta.
Kendati demikian, Ghufron mengatakan aset bersih ini dapat saja menurun, karena perbaikan pelayanan serta perluasan kerjasama yang terus dilakukan BPJS Kesehatan dengan berbagai fasilitas kesehatan. “Tentunya, hal ini akan meningkatkan klaim dari nasabah sehingga dana DJS dapat berkurang. Namun, tentunya ini tidak menjadi masalah mengingat kehadiran BPJS Kesehatan memang bukan untuk mencari laba. Namun, untuk membangun masyarakat mendapatkan layanan kesehatan bagi mereka,” ujarnya.
“Kita sudah mendekati 5,98 tetapi nanti karena ada kenaikan tarif demikian juga kita bekerjasama jauh lebih mudah. Sekarang itu tentu klaimnya akan meningkat dan aset netonya tidak akan sebesar 5,98 bulan,” tandasnya.