Ketua BKSAP Dukung Langkah Agar Israel Dibawa ke Mahkamah Internasional

Nusantaratv.com - 22 Januari 2024

Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Fadli Zon. Foto: Dok/nr
Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Fadli Zon. Foto: Dok/nr

Penulis: Bagas Adi Pangestu

Nusantaratv.com - Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Fadli Zon, berpendapat bahwa, langkah Afrika Selatan untuk menyeret Israel ke hadapan Mahkamah Internasional atas tuduhan genosida terhadap penduduk Gaza sangat didukung oleh DPR RI. Dia menyampaikan, melalui berbagai forum dan pertemuan internasional, selain mendukung, Parlemen Indonesia juga ikut menyuarakan serta mengajak masyarakat internasional untuk mendukung gugatan yang telah dilayangkan Afrika Selatan pada tanggal 29 Desember 2023 tersebut.

Hal itu ia ungkapkan saat Sidang Darurat ke-5 PUIC (Parlemen OKI), serta pertemuan perdana Komisi Khusus Palestina Parlemen Asia, atau APA (Majelis Parlemen Se-Asia), yang berlangsung di Teheran, Iran, pada 10-11 Januari 2024 lalu. "Sebagai Ketua Delegasi DPR RI saya mengusulkan sejumlah langkah konkret yang harus dilakukan Parlemen OKI dan Parlemen Asia untuk membela perjuangan bangsa Palestina dan mendukung upaya hukum yang sedang diperjuangkan Afrika Selatan," ungkap Fadli dalam rilis yang diterima Parlementaria, Senin (22/1/2024).

"Sebagai Ketua Delegasi DPR RI saya mengusulkan sejumlah langkah konkret yang harus dilakukan Parlemen OKI dan Parlemen Asia untuk membela perjuangan bangsa Palestina dan mendukung upaya hukum yang sedang diperjuangkan Afrika Selatan,"

Mahkamah Internasional adalah lembaga peradilan di bawah naungan PBB. Langkah Afrika Selatan untuk menyeret kasus genosida Israel di Gaza ke ranah hukum adalah sebuah lompatan penting, karena upaya semacam ini belum pernah terjadi sebelumnya. "Selama berbulan-bulan kita telah menyaksikan jutaan orang tumpah di jalanan di seluruh dunia untuk menyampaikan dukungan terhadap rakyat Palestina dan mengungkapkan kemarahan terhadap Israel," jelas Fadli.

Fadli yang juga menjabat sebagai Wakil Presiden Liga Parlemen Al-Quds dan Palestina mengungkapkan, masalah tersebut bukan hanya terjadi di Timur dan Selatan, tapi juga berlangsung di Amerika Serikat dan seluruh negara Eropa. "Namun, kita juga melihat, bahwa seluruh kemarahan warga dunia ini telah diabaikan, dilarang, bahkan didiskreditkan oleh para pemimpin negara-negara Barat," paparnya.

Dia memberikan contoh lain, di Inggris, misalnya, 70 persen masyarakat mendukung dilakukannya gencatan senjata di Gaza. Namun, suara masyarakat tersebut tidak terlihat pada posisi dan sikap pemerintah Inggris. Jadi, meskipun di level masyarakat dukungan dan simpati terhadap Palestina sangat populer, dan kian menguat secara global, namun dukungan tersebut tak banyak mengubah sikap pemerintah.

Tetapi, dengan adanya tuntutan hukum yang diajukan oleh Afrika Selatan, desakan masyarakat internasional tadi punya peluang untuk tak lagi bisa diabaikan, baik secara politik maupun hukum. "Kita tahu, pada akhir Desember lalu Afrika Selatan telah meminta Mahkamah Internasional di Den Haag, Belanda, untuk mengeluarkan perintah darurat yang menyatakan bahwa Israel telah melanggar Konvensi Genosida 1948 terkait tindakan kekerasan yang dilakukannya terhadap penduduk Gaza," ungkap Fadli.

Konvensi Genosida 1948 adalah salah satu konvensi hak asasi manusia internasional yang tertua. Kovensi ini bahkan lahir lebih dulu sebelum Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia. Traktat ini menyebut bahwa upaya untuk menghancurkan suatu kelompok manusia secara keseluruhan atau sebagian adalah sebuah tindak kejahatan.

Secara keseluruhan, ada lima “tindakan genosida” yang dituduhkan Afrika Selatan terhadap Israel, yaitu pembunuhan massal warga Palestina, mencederai fisik dan mental mereka secara serius, melakukan pemindahan paksa dan blokade pada pasokan penting, melakukan penghancuran total sistem perawatan kesehatan Gaza, serta mencegah kelahiran di Gaza dengan memblokir fasilitas perawatan bantuan medis yang bisa menyelamatkan jiwa.

Dalam tuntutannya, Afrika Selatan juga meminta Mahkamah Internasional untuk memerintahkan Israel agar segera menghentikan operasi militernya di Gaza. Tindakan tersebut diperlukan untuk melindungi kerugian yang lebih lanjut, serius, dan tidak dapat diperbaiki terhadap hak-hak rakyat Palestina.

Sejak Oktober 2023 lalu, sekitar 25.000 warga Palestina telah tewas akibat serangan Israel, dan lebih dari 61.500 orang terluka parah serta cacat serius. Sementara itu, jutaan penduduk Gaza lainnya kini terlantar hidupnya. Bahkan, para ahli PBB sendiri menyebut bahwa apa yang sedang berlangsung di Gaza saat ini adalah sebuah genosida, dan 80 persen kasus kelaparan serta tragedi kemanusaiaan dunia itu secara riil ada di Gaza.

0

(['model' => $post])

x|close