Nusantaratv.com - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) Luluk Nur Hamidah menyesalkan kejadian pelecehan seksual yang terjadi kepada peserta Miss Universe yang belakangan ini menjadi perbincangan publik.
Menurutnya, kejadian ini perlu didalami dan diinvestigasi lebih lanjut oleh pihak Kepolisian. Dia juga mengapresiasi para kontestan yang menjadi korban karena telah speak up dengan melaporkan ke pihak Kepolisian.
"Apakah memang praktek dari panitia itu memberlakukan body checking dan juga hal-hal lain yang itu bisa dikategorikan sebagai pelecehan seksual? Menurut saya ini perlu untuk didalami lebih lanjut atau diinvestigasi. Karena dalam pengertiannya kita, yang namanya kontes kecantikan sekalipun itu fine ya, tapi tidak kemudian kita bisa mentolerir kalau memang nyata-nyata di sana ada unsur-unsur pelecehan seksual," ujar Luluk jelang Sidang Tahunan MPR RI, di Gedung Nusantara III, DPR RI, Senayan, Jakarta beberapa waktu lalu.
Berdasarkan pernyataan daripada salah satu korban, kejadian pelecehan seksual ini diduga diketahui oleh Chief Operating Officer (COO) Miss Universe Indonesia. Atas pernyataan tersebut, Luluk menilai kejadian pelecehan tersebut dianggap sebagai kejahatan korporasi.
Karena berdasarkan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), kejahatan seksual yang melibatkan para pengambil kebijakan, mulai dari direksi kemudian manajer sampai pihak-pihak yang memiliki otoritas dan kewenangan lebih besar, dapat dikategorikan sebagai Kejahatan Korporasi.
"COO dalam hal ini tentu dia adalah pihak yang memiliki kewenangan dan kekuasaan cukup besar di dalam organisasi yang namanya Miss Universe. Dan menurut saya ini juga terkonfirmasi ketika ada berita bahwa pihak Miss Universe yang internasional juga menyabut lisensi dari Miss Universe yang ada di Indonesia," jelas Anggota Baleg DPR RI ini.
Politisi Fraksi PKB itu meminta pihak Kepolisian untuk tidak hanya diam dan harus harus proaktif. Menurutnya, jika UU TPKS diterapkan pada kejadian pelecehan yang terjadi dalam sebuah korporasi ini, hal ini akan menjadi jauh lebih serius situasinya.
"Maka kalau misalnya ada korporasi yang nyata-nyata melakukan tindak pidana kekerasan seksual dalam hal ini menurut saya karena itu melibatkan pihak yang punya jabatan tinggi di Miss Universe Indonesia, maka dendanya itu minimal Rp5 miliar sampai Rp15 miliar. Belum lagi kemudian juga unsur pidana dan hal-hal yang lain termasuk misalnya pencabutan izin atau pembekuan kegiatan dan lain sebagainya," tegasnya.
Di sisi lain, dirinya juga mengapresiasi keberanian untuk speak up dari kontestan yang menjadi korban. "Karena memang publik cenderung tidak berpihak terkadang terhadap para korban pelecehan seksual, apalagi kalau kemudian korbannya dianggap mengikuti sejenis kontes-kontes beauty yang menurut sebagian publik itu bagian dari dunia dan resiko yang dia memang itu sepantasnya dialami, tapi bagi kita kekerasan seksual adalah kekerasan seksual," pungkasnya.
Luluk menambahkan kejadian pelecehan seksual yang terjadi pada peserta Miss Universe Indonesia ini menjadi bukti bahwa tindak kekerasan pelecahan seksual tidak ada perkecualian, siapapun bisa menjadi korban dan dapat terjadi di mana saja.
Termasuk di ajang kontes kecantikan yang mana selama ini mem-branding diri mencari peserta yang memiliki brain, beauty, behaviour. Kejadian ini juga dapat menjadi pembelajaran kedepan bagi masyarakat.
"Bahwa pertama korban harus punya keberanian, yang kedua bahwa lingkungan dan ekosistem yang memang memberikan dukungan bagi para korban untuk memiliki keberanian bicara itu juga sangat penting. Berikutnya, menurut saya, bahwa harus kita kembalikanlah ia kepada semangat kalau ada kontes kecantikan itu batasnya sampai dimana sih yang kira-kira tidak sampai melanggar perasaan, harkat dan martabat seseorang di situ. Ini kan satu bukti bahwa ternyata peserta kontestan aja itu sampai merasa terlecehkan berarti memang ini sesuatu yang sudah melampaui batas," tutup Luluk.