Nusantaratv.com - Komisi IX DPR RI menerima audiensi dari Toksinologi Society of Indonesia yang menyampaikan aspirasinya terkait dengan harapan pendirian pusat toksin nasional serta regulasi untuk penggunaan hewan berbisa.
Menanggapi pertemuan yang diselenggarakan di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta tersebut, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Melkiades Laka Lena mengungkapkan pihaknya akan mendalami masukan yang telah disampaikan ahli toksinologi, Tri Maharani dan membahasnya bersama Anggota serta Pimpinan Komisi IX.
"Kami akan membahas nanti di Komisi IX dengan para pimpinan, kapoksi dan anggota untuk merespon dari paparan dokter Tri (Maharani) tadi yang bagus, lalu kita juga bisa memberikan edukasi bagi masyarakat, kemudian juga memberikan juga pengetahuan kalau memang bila ada yang digigit hewan berbisa bagaimana penanganannya? Tadi juga ada ide mendirikan pusat penanganan bisa hewan di Tanah Air," ungkap Melki, sapaan akrabnya.
Dalam materi yang dipaparkan ahli toksinologi Tri Maharani, terungkap setidaknya ada 135.000 kasus gigitan ular yang dilaporkan di Indonesia setiap tahunnya dengan tingkat kematian mencapai 10 persen, angka tersebut di luar kejadian yang melibatkan hewan berbisa lainnya.
Tri berharap adanya program edukasi kepada masyarakat untuk menanamkan pemahaman tindakan preventif dan penanganan awal pada gigitan hewan berbisa. "Indonesia adalah sebuah negara yang sangat berbeda dengan negara lain karena keanekaragaman dari hewan-hewan berbisa baik itu ular, ubur-ubur maupun tawon dan sebagainya. Jadi edukasi yang paling penting di Indonesia adalah penanganan awal atau first aid. Di mana kesalahan terhadap penanganan awal ini bisa menyebabkan sebuah kecacatan atau fatalitas kematian," jelas dokter spesialis kedokteran emergensi tersebut.
Hadir dalam pertemuan tersebut, beberapa Anggota Komisi IX DPR RI antara lain Suir Syam (F-Gerindra), Netty Prasetyani (F-PKS), Elva Hartati (F-PDIP) dan Nur Nadhlifah (F-PKS). Elva menilai paparan yang diberikan sangat menarik, terlebih setelah dijabarkan adanya potensi ekonomis di balik racun yang terdapat pada hewan-hewan berbisa. Oleh karena itu, dia ikut mendorong adanya pusat studi terkait toksin di Indonesia.
"Ini menarik sekali ya (paparannya), bahwasannya dokter Tri Maharani ini satu-satunya ahli toksin di Indonesia yang mendalami tentang bisa ular. Kami mungkin mengusulkan untuk adanya pusat studi venom jadi bukan bisa ular saja. Tadi kan dijelaskan bisa ular itu juga dapat menjadi obat bahkan untuk penyakit yang lain. Nanti akan kita dorong di PPSDM," ungkap anggota dewan dari daerah pemilihan (dapil) Bengkulu ini.
Sebelumnya, Tri juga mengungkapkan harapannya agar Indonesia memiliki pusat studi toksin yang di dalamnya terdapat venom center maupun potion center yang dapat membantu menangani keracunan.
"Tentang venom center, potion center di Indonesia nggak punya, negara sebesar ini, enggak punya potion center. Dulu ada, pegang oleh BPOM, tapi semenjak 2018 kan BPOM hanya mengurusi obat dan makanan jadi soal keracunan ini termasuk nature toxin dari hewan berbisa ini dan juga yang bahan kimia tidak ada pusatnya," jelas Tri.
Tri menambahkan pusat studi tersebut juga bisa melakukan penelitian untuk menggali potensi ekonomi dan kegunaan di balik bisa yang dimiliki oleh hewan-hewan di Tanah Air. Saat ini telah terdapat beberapa negara yang memproduksi obat-obatan dari ekstraksi bisa dengan nilai ekonomi yang tinggi.
Dia juga menyebutkan penelitian yang dilakukan di pusat studi tersebut nantinya juga bisa diarahkan pada pengembangan anti venom untuk penanganan keracunan yang diakibatkan oleh hewan berbisa maupun tumbuhan beracun.