Nusantaratv.com - Fraksi Partai Demokrat menyetujui 8 (delapan) Rancangan Undang-Undang Provinsi menjadi usul DPR RI.
Hal itu dikarenakan Fraksi Partai Demokrat memahami pentingnya regulasi yang memperbaharui Undang-Undang tentang Pembentukan Provinsi sebelumnya, sehingga dapat menghadapi permasalahan terkini dan mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat secara adil dan merata.
Hal itu sebagaimana pandangan tertulis Fraksi Partai Demokrat yang diserahkan oleh Anggota Fraksi Partai Demokrat DPR RI, Guntur Sasono, pada Rapat Paripurna DPR RI Ke-10 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2022-2023 pada Kamis (17/11/2022).
Fraksi Partai Demokrat menilai Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah juga diharapkan dapat mengoptimalisasikan mekanisme pembangunan untuk mendukung SDM dan SDA yang bertumpu kepada sektor pertanian, perikanan, pertambangan, dan pariwisata sesuai dengan potensi masing-masing wilayahnya dengan memperhatikan prinsip tematik dan kelestarian lingkungan.
Lanjutnya, adanya RUU 8 Provinsi juga diharapkan dapat meningkatkan perekonomian secara keseluruhan dalam rangka mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor strategis ekonomi domestik serta dapat menguatkan konektivitas di pusat pertumbuhan ekonomi dengan mempercepat pembangunan transportasi darat, laut dan udara, pembangunan ruas jalan strategis nasional, dan mempercepat pembangunan infrastruktur air bersih, listrik dan telekomunikasi.
Diketahui, dasar hukum 8 Provinsi bagi Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Tengah dan Maluku sebelumnya yakni UU Nomor 25 Tahun 1959 Tentang Pembentukan Daerah Tingkat Tingkat I Sumatera Selatan, UU Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Djawa Barat, UU Nomor 10 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Djawa Tengah.
Kemudian, UU Nomor 2 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Jawa Timur, UU Darurat tentang Pembentukan Swatantra Propinsi Kalimantan Tengah dan Pengubahan UU Nomor 25 Tahun 1956 dan UU Nomor 20 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah Swatantra Tingkat I Maluku. Dianggap sudah tidak sesuai dengan perkembangan ketatanegaraan dan perkembangan politik, ekonomi, sosial budaya, potensi daerah, serta kemajuan teknologi, informasi, dan komunikasi.