Nusantaratv.com - Anggota Komisi IV DPR RI Ibnu Multazam berharap Kementerian Pertanian (Kementan) mengevaluasi Permentan Nomor 10 Tahun 2022.
Pasalnya, kebijakan yang mengatur soal tata kelola pupuk subsidi, jelas Ibnu, membuat para petani Indonesia semakin sulit memperoleh pupuk subsidi akibat kelangkaan pupuk.
"Untuk anggaran 2023, anggaran subsidi pupuk itu kan jumlahnya relatif sama. Karena faktanya, di lapangan, para petani itu kalau kita reses, mengeluh tentang kurangnya pupuk atau kelangkaan pupuk, padahal yang disubsidi dua jenis pupuk. Nah itu harus dievaluasi kita bersama permentan itu," ujar Ibnu dalam Rapat Kerja Komisi IV DPR RI dengan Kementerian Pertanian di Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta, Rabu (31/8/2022).
Di sisi lain, dengan adanya kelangkaan pupuk subsidi di Indonesia, politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu menyayangkan dicabutnya beberapa jenis pupuk yang disubsidi, seperti pupuk organik.
Tidak hanya itu, dirinya memperhatikan harga pupuk non subsidi meroket tajam. Baginya, kondisi ini membuat para petani Indonesia dalam posisi dilematis. "Kita harus melihat apakah dengan dicabutnya beberapa jenis pupuk, panennya nanti apakah akan sesuai target atau ga pada tahun 2022? Kalau tidak sesuai target, harus dicari faktornya apa. Apakah faktornya itu pupuk? Atau yang lain? Itu juga harus dievaluasi," tuturnya.
Oleh karena itu, ke depannya, legislator daerah pemilihan (dapil) Jawa Timur VII itu meminta agar pupuk non-subsidi ditentukan Harga Eceran Tertinggi (HET). Hal ini, menurutnya, penting supaya harga pupuk non subsidi yang didistribusikan tidak meroket tajam sehingga para petani tetap bisa memperoleh pupuk sesuai kebutuhan.
"Tentunya, Menteri Pertanian tidak bisa sendiri membuat HET pupuk. Ini harus bekerja sama dengan Menteri Koordinator Perekonomian dan Menteri Keuangan untuk mencoba meng-exercise harga pupuk non subsidi, itu (pupuk non subsidi) dibuat HET sebagaimana yang terjadi di minyak dan gas," tukas Ibnu.