Nusantaratv.com - Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak terburu-buru untuk memberikan perpanjangan izin pertambangan PT. Freeport Indonesia (PTFI). Pasalnya masa berlaku izin tersebut masih lama dan perlu dievaluasi lebih dulu kinerja perusahaan ini secara seksama sebelum diberikan perpanjangan.
“Karena waktu untuk perpanjangan izin tersebut masih cukup lama, sehingga tidak perlu terburu-buru. Biarlah ini diurus oleh Pemerintah yang akan datang agar lebih optimal. Sehingga tidak ada kesan untuk mengejar Pemilu atau deal-dealpolitik untuk biaya kampanye," ujar Mulyanto dalam Rapat kerja Komisi VII DPR RI dengan Menteri ESDM (energi dan sumber daya mineral) dan jajarannya di ruang rapat Komisi VII DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (21/11).
Perpanjangan izin PTFI sarat bernuansa politik. Sebab, secara kinerja perusahaan tambang tersebut wanprestasi terkait komitmen membangun smelter. Bahkan, sesuai aturan, harusnya perpanjangan PTFI baru bisa dilakukan pada 2026.
Dijelaskannya, sejatinya secara peraturan, izin pertambangan PTFI belum bisa diberikan, karena izin usaha pertambangan sebelumnya untuk masa dua kali 10 tahun. Di mana tahap pertama sampai tahun 2031 dan perizinan baru akan habis pada tahun 2041. Dengan demikian pemberian perpanjangan izin berikutnya baru dapat diberikan paling cepat pada tahun 2026 mendatang, atau lima tahun sebelum termin pertama berakhir dan paling lama satu tahun.
"Kalau terburu-buru seperti ini, apalagi di masa Pemilu, wajar saja kalau publik menduga ‘ada udang di balik batu’ dan sarat kepentingan politik," tambah Politisi Fraksi PKS itu.
Mulyanto menyebut Kinerja Freeport juga sangat buruk terkait dengan kewajiban membangun smelter. Sampai-sampai Pemerintah dipaksa untuk melanggar Undang-Undang Minerba berkali-kali. Meski UU ini kemudian diubah, tetap saja Juni 2023 Freeport kembali melanggar UU dengan mengajukan izin ekspor konsentrat, meski smelternya belum jadi.
"Ini sungguh preseden yang tidak baik dalam kehidupan bernegara. Pemerintah kalah dan disandera perusahaan tambang, lalu dipaksa melanggar undang-undang. Hari ini kembali minta perpanjangan izin dini sementara smelternya juga masih belum jadi,"pungkasnya.