Nusantaratv.com - Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi mendorong Badan Standarisasi Instrumen Pertanian (BSIP) Kementan untuk menindak tegas oknum yang mengoplos beras pandan wangi dengan beras jenis lain.
Pasalnya, beras tersebut dijual dengan label Pandan Wangi, namun dicampur dengan beras jenis lain yang berkualitas beda. Akibatnya, kepercayaan konsumen terhadap beras yang menjadi ikon Kabupaten Cianjur tersebut. Sehingga, harga beras Pandan Wangi pun terjun bebas dan membuat minat petani menanam varietas padi Pandan Wangi menurun.
"Kita ini suka ditipu mudah banget bikin karung beras dengan tulisan asli Cianjur Pandan Wangi. Kalau belanja beras begitu lihat merknya asli Cianjur langsung dibeli, padahal bukan. Ini sering terjadi maka perlu BSIP menindak tegas yang memalsukan barang dagangan industri yang dikelola oleh para petani tradisional. Sekali-kali BSIP juga perlu sidak ke swalayan, kemudian berasnya diteliti ini beras Cianjur asli atau hanya karung berasnya saja. Seringkali dibohongin kita beras oplosan dicampur-campur aroma pandan pakai pemutih, ini banyak beredar di pasaran," tegas Dedi saat memimpin Kunker Reses Komisi IV DPR RI ke Kampung Budidaya Pandan Wangi, Kabupaten Cianjur, provinsi Jawa Barat, Senin (17/7/2023).
Lebih lanjut, Dedi juga mengusulkan ke depan istilah varietas padi dikembalikan untuk menggunakan nama-nama tempat di seluruh Indonesia. "Tidak usahlah ada istilah Inpari 12, Inpara 1, lebih baik dikembalikan pakai nama-nama tempat di seluruh Indonesia. Seperti Ciliwung, varietas Citarum, varietas Citanduy, dan sebagainya. Pakai nama-nama lokal agar lebih membumi," ungkapnya.
Sementara terkait tingginya angka diabetes yang disangkutpautkan dengan konsumsi beras oleh masyarakat, Politisi Daerah Pemilihan Jawa Barat VIII itu meminta Kementan untuk turut meluruskan hal tersebut.
"Jangan terus-terusan orang terkena gula, penyebabnya karena beras, itu salah. Yang salah itu tata kelola, cara nanam padinya, karena pestisida atau kadar airnya yang terlalu tinggi. Secara umum padi yang baru dipanen itu, sistemnya digantung agar kadar gulanya itu turun. Yang kedua cara memasak beras masyarakat kita, udah beras kualitasnya rendah masaknya dengan magic com. Jadi gula penyebabnya bukan karena nasi tapi tata kelola nasi dan cara memasaknya yang salah," ujar Dedi.
Lebih lanjut, guna memastikan penyelamatan varietas pandan wangi, Dedi mengimbau agar Kementan menambah jumlah areal sawah yang ada saat ini. "Jumlah areal sawahnya harus bertambah, sekarang cuma 150 hektar, minimal ada 1000 hektar. Mudah-mudahan Kementan, Dinas Pertanian Kabupaten dan Provinsi bisa bersinergi untuk bersama-sama memperluas areal sawah kedepannya," tutupnya.
Pada kesempatan yang sama Bupati Cianjur Herman Suherman menjelaskan bahwa Kabupaten Cianjur merupakan salah satu sentra produksi padi di Provinsi Jawa Barat. Produksi padi saat ini dituntut untuk berdaya saing tinggi sehingga harus diawali dengan penggunaan benih bermutu. "Kabupaten Cianjur memiliki komoditi unggulan spesifik padi yang telah menjadi trade mark dari kabupaten tersebut, yaitu padi varietas Pandan wangi," ujarnya.
Terkait luas pertanaman padi pandan wangi, saat ini mengalami penurunan. Diketahui, tahun 2022 luas tanam 134 Ha dan tahun 2023 ini baru mencapai 59 Ha, yang terdiri dari lima Kecamatan, yaitu Kecamatan Warung Kondang Desa Tegallega 50 Ha, Kecamatan Cianjur 1 Ha, Kecamatan Campaka 3 Ha, Kecamatan Cugenang 3 Ha, dan Kecamatan Gekbrong 2 Ha.
"Sementara pengorbanan petani dari sisi waktu, biaya, tenaganya lebih besar untuk Pandan Wangi. Harga berasnya sendiri, Pandan Wangi, belum bisa stabil. Kemudian faktor berikutnya adalah masalah pemasaran secara luas. Kehadiran Pandan Wangi ini belum bisa dipromosikan untuk menjangkau seluruh lapisan masyarakat dengan adanya kehadiran varietas sintanur yang aromatik ini kerap kali menjadikan posisi Pandan Wangi itu serba sulit dijual dengan harga tinggi," tambahnya.