Nusantaratv.com - Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto menilai perintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada Kementerian ESDM untuk segera menyuntik mati PLTU (pembangkit listrik tenaga uap) mencerminkan sikap Pemerintah yang tunduk dan didikte pihak asing.
"Itu dapat merugikan negara, karena aset PLTU ini masih bernilai secara ekonomis, masih dapat memproduksi listrik dan memberi manfaat bagi masyarakat. Jadi Pemerintah jangan buru-buru menyuntik mati PLTU," ujar Mulyanto dalam siaran persnya, Kamis (26/10/2023).
Apalagi, lanjutnya, dengan mengunakan dana APBN di saat keuangan negara sedang kembang-kempis. Dimana, hingga saat ini bantuan dari negara-negara donor belum terealisasi. Karena mereka sedang sibuk dengan urusannya masing-masing.
Menurutnya, menyuntik mati PLTU berarti mematikan aset produktif pembangkit listrik, sehingga harus ada biaya kompensasinya. Ini kan langkah yang kontraproduktif.
Pihaknya berharap negara donor yang sudah berjanji akan memberikan hibah atau dana murah untuk program ini melalui skema JETP (Just Energy Transition Partnership) menepati komitmennya. Tapi nyatanya tidak terlihat hingga saat ini.
Politisi dari fraksi PKS ini tidak setuju, jika program transisi energi ini harus ditanggung APBN. Sebab yang berkepentingan terhadap program ini bukan hanya Indonesia. Karena itu biaya transisi energi ini semestinya ditanggung bersama.
"Masa kita harus merogoh kocek sendiri dari APBN untuk program yang bersifat global seperti ini?" tegas Mulyanto.
Mulyanto khawatir jika pendekatan seperti ini berlanjut, maka APBN akan jebol, pembiayaan sektor lain terbengkalai. Ujung-ujungnya tarif listrik naik dan masyarakat lagi yang dirugikan.