Nusantaratv.com - Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto, menegaskan pihaknya menolak wacana penggunaan bersama jaringan listrik PLN oleh IPP (Independent Power Procedure) atau perusahaan listrik swasta.
Sebab, hal ini akan makin meliberalisasi sektor ketenagalistrikan. Mulyanto menjelaskan dengan penggunaan bersama jaringan listrik maka penguasaan listrik oleh negara yang dimandatkan kepada perusahaan negara (PLN) semakin dikurangi.
"Dari sistem yang terintegrasi (bundling) dari produksi, transmisi dan distribusi dengan power wheeling ini menjadi semakin terpecah-pecah (unbundling) dan sebagian diserahkan ke pihak swasta. Ini masalah mendasar terkait filosofi pengelolaan ketenagalistrikan, sebagai cabang usaha penting dan strategis yang dikuasai negara, sesuai amanat konstitusi," ujar Mulyanto, Selasa (1/11/2022).
Ditambahkannya, konsep power wheeling semakin menerabas filosofi dasar pengelolaan listrik oleh negara. Padahal hal tersebut amanah konstitusi. Selain itu, menurutnya, di tengah surplus listrik yang lebih dari 60 persen, tekanan operasinal yang besar, termasuk membayar penalti klausul TOP (take or pay) dari IPP; utang yang mencapai Rp600 triliun.
Belum lagi listrik dari program 35 Giga Watt sudah mulai masuk, maka tekanan terhadap PLN akan semakin besar. "Dengan power wheeling, dimana EBT makin bertambah dan wajib diberikan akses kedalam jaringan PLN, maka tentu akan menambah tekanan pada PLN," tambah Politisi dari Fraksi PKS ini.
Oleh karena itu, dalam draft RUU EBET (Rancangan undang-undang Energi Baru dan Energi Terbarukan) dari DPR RI tidak ada soal power wheeling. Pihaknya, tidak setuju dengan gagasan liberalisasi sektor kelistrikan ini.
"PKS minta Pemerintah untuk menghapus pasal terkait dengan power wheeling dan segera mengajukan daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU EBET," pungkasnya.