Nusantaratv.com - Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto, menegaskan secara kelembagaan DPR RI, khususnya Komisi VII, belum mengadakan Rapat Kerja (Raker) dengan pihak Pemerintah terkait dengan agenda kebijakan pembatasan ataupun penyesuaian harga BBM bersubsidi.
Jadi hingga kini tidak ada persetujuan Komisi VII DPR RI atas rencana Pemerintah untuk menaikan harga BBM bersubsidi. "Ada usulan memang dari beberapa Anggota, agar Komisi VII mengadakan Raker khusus untuk membahas persoalan pembatasan ataupun penyesuaian harga BBM bersubsidi. Namun ini masih sebatas usulan. Sehingga, sampai saat ini tidak ada satu kalimat pun dalam kesimpulan Raker atau catatan rapat tentang persetujuan Komisi VII DPR RI terkait dengan penyesuaian harga BBM bersubsidi," ujar Mulyanto dalam keterangan persnya, Jumat (26/8/2022).
Sedangkan, dia menambahkan, Raker Komisi VII dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), pada Rabu, 24 Agustus 2022 hanya membahas evaluasi laporan keuangan anggaran tahun 2021 dan progres anggaran tahun 2022.
Dijelaskannya, kesimpulan Raker Komisi VII DPR RI dengan Menteri ESDM pada (Rabu 24/8/2022) itu adalah mendesak Menteri ESDM untuk merealisasikan kesimpulan Raker sebelumnya, yakni penambahan kuota BBM bersubsidi untuk tahun 2022, dimana untuk kuota solar menjadi 17 juta KL dan kuota Pertalite menjadi 28 juta KL.
Sebab diperkiraan kuota BBM bersubsidi ini akan habis pada Oktober 2022. Untuk diketahui, kuota Pertalite dan solar untuk tahun 2022 masing-masing sebesar 23 juta kilo liter dan 15 juta kilo liter.
Politisi dari Fraksi PKS ini mengungkapkan fraksinya dengan tegas menolak rencana Pemerintah untuk menaikkan harga BBM bersubsidi tersebut. Pihaknya lebih menyarankan agar pemerintah melaksanakan pembatasan penyaluran BBM bersubsidi kepada mereka yang benar-benar berhak.
Dari hasil simulasi Pertamina, pembatasan subsidi hanya untuk kendaraan roda dua, angkot dan angkutan sembako akan dapat menghemat anggaran subsidi sebesar 69 persen. Penghematan itu menurutnya lumayan baik.
Apalagi, lanjut dia, jika langkah tersebut dikombinasikan dengan pengawasan yang lebih ketat, agar tidak terjadi kebocoran BBM berubsidi baik berupa ekspor ilegal ke negara tetangga, penimbunan, perembesan ke sektor pertambangan maupun sektor industri. Strategi pembatasan dan pengawasan tersebut diperkirakan akan dapat mengendalikan volume distribusi BBM bersubsidi.