Nusantaratv.com - Anggota Komisi II DPR RI Teddy Setiadi mengatakan pemangku kepentingan terkait pada penyelenggara Pemilu di Kota Sukabumi secara umum sudah siap menyelenggarakan pemilu serentak pada 2024 mendatang.
Baik kesiapan dari KPU (Komisi Pemilihan Umum), Bawaslu (Badan Pengawas Pemilihan Umum) maupun Pemerintah Daerah (Pemda) dalam hal ini Wali Kota Sukabumi.
"Dari hasil pemaparan tadi, kesiapan penyelenggaraan di Kota Sukabumi saya rasa sudah cukup siap untuk melakukan Pemilu dan Pilkada serentak. Baik itu dari KPU, Bawaslu dan Pemda telah melakukan koordinasi secara intens dan sudah cukup bagus. Kita juga tahu bahwa tahapan-tahapan Pemilu juga sedang berlangsung, saya menilai dari tahapan yang dilakukan juga sudah berjalan cukup ideal yah. Walaupun kita juga melihat, masih ada peluang kendala yang krusial juga nanti ke depan, seperti DPT dan MK yang belum juga memutuskan pemilu tertutup atau terbuka," ujar Teddy saat mengikuti Tim Kunker Komisi II DPR rapat kerja dengan penyelenggara Pemilu di Kota Sukabumi, Jabar, Kamis (25/5/2023).
Politisi F-PKS ini menambahkan, terkait masih pendingnya keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai sistem proporsional Pemilu tertutup atau terbuka ini menjadi persoalan yang krusial.
"Sejatinya sih harusnya MK sudah memutuskan, karena kalau seandainya diputuskan sistem proporsional terbuka, ini kan perlu waktu bagi para kandidat untuk mensosialisasikan dirinya dan juga nomornya. Apalagi waktunya kan cuma 75 hari, buat kami itu bukan perkara yang sederhana," terang Teddy.
Selain itu, Legislator Dapil Jabar I ini menjelaskan, terkait politik uang juga menjadi kendala yang krusial seperti tadi apa yang disampaikan oleh KPU maupun Bawaslu Kota Sukabumi.
Sebetulnya hal ini sudah diatur dalam aturan, tapi pada prakteknya di lapangan masih dimungkinkan adanya biaya-biaya, misalnya biaya makan dan transportasi. Walaupun KPU lewat surat edarannya telah melarang dalam bentuk uang, tapi masih memungkinkan dilapangan itu terjadi.
"Ini sebetulnya hal klasik sejak zaman dulu yang harus diantisipasi, supaya tidak terjadi money politic yang akan mencederai terhadap demokrasi di Indonesia. Menurut saya ini memang kondisi dilema, dimana memang masyarakat 'memerlukan' itu, supaya demokrasi tetap berjalan kita lebih banyak menawarkan ide atau gagasan, tidak pragmatis. Walaupun ketika dalam pelaksanaan Pemilu juga pragmatisme juga butuh, karena sesuatu hal butuh biaya, misalnya untuk bikin kaos dan alat peraga," imbuh Teddy.
Menurut Teddy, yang tidak boleh itu adalah menukarkan uang dengan suara. Karena itu sama saja dengan mencederai penyelenggaraan Pemilu itu sendiri.
"Saya menghimbau, untuk transaksional dalam kaitan membeli suara memang harus ada kebersamaan kita semua, mulai dari KPU, Bawaslu, partai politik dan juga aparat. Artinya, dengan kedadaran bersama supaya penyelenggaraan Pemilu memang harus didasari pada rasa tanggung jawab semuanya dengan aturan main yang ada," tukas Teddy.