Nusantaratv.com - Komisi IX DPR RI meminta Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) bersama Letjen TNI (Purn). Prof. DR. dr. Terawan Agus Putranto, Sp. Rad(K) untuk secepatnya menyelesaikan perbedaan pendapat terkait penerapan etika kedokteraan yang ada secara internal dengan pendekataan kekeluargaan dan bermartabat.
Hal itu disampaikan Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Nihayatul Wafiroh saat membacakan salah satu kesimpulan rapat dengar pendapat dengan jajaran PB IDI, serta beberapa pakar bidang kesehatan di antaranya Prof. Dr. Romli Atmadasmita, SH, LLM, Prof. dr. Budi Sampurna, DFM, SH, Sp.F(K),Sp.KP dan Prof. Dr. dr. Herkutanto, Sp. F(K), SH, LLM, FACLM, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (4/4/2022).
Menurut Ninik, sapaan akrabnya, perseteruan antara IDI dengan eks Menteri Kesehatan Terawan perihal rekomendasi atas pemecataan perlu diselesaikan dengan cara kekeluargaan.
"Komisi IX meminta PB IDI bersama-sama dengan Letjen TNI (Purn) Prof. DR. dr. Terawan Agus Putranto, Sp.Rad(K) untuk secepatnya menyelesaikan perbedaan pendapat terkait penerapan etika kedokteran yang ada secara internal dengan pendekatan kekeluargaan dan bermartabat," ungkapnya.
Politisi PKB itu berharap apa yang menjadi pembahasan di dalam RDPU dapat membuat IDI menjadi lebih baik ke depan. Baik menyoal polemik dengan Dokter Terawan maupun perihal permasalahan di bidang kedokteran.
"Demikian kesimpulan kita rapat hari ini dengan PB IDI dan beberapa pakar. Semoga dengan pertemuan ini akan memberikan jalan yang lebih baik untuk IDI, dan untuk dunia kedokteran Indonesia," ujar Ninik.
Di tempat yang sama, Anggota Komisi IX DPR RI Irma Suryani Chaniago menyinggung dugaan ketidakadilan IDI dalam polemik rekomendasi pemecatan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) terkait pemberhentian Dokter Terawan dari keanggotaan IDI.
"Bubarkan saja IDI, ngapain, cuma organisasi profesi kok, dan IDI itu cuma memberikan rekomendasi. Sama dengan Komisi IX, kami tidak bisa memberikan sanksi ke pemerintah, hanya memberikan rekomendasi, boleh dipakai boleh tidak," tandas Irma.
Politisi Partai NasDem itu kemudian menyinggung IDI yang tidak sejalan dengan visi misi keprofesian. Dia menyebut IDI tidak mencerminkan nilai-nilai untuk menyejahterakan anggota sejawat lantaran isu pemecatan Dokter Terawan. Selain itu, Irma menyebut setidaknya ada 2.500 dokter muda yang tidak lulus uji kompetensi tahun ini dan bakal menganggur.
Irma juga menyebut IDI tidak melakukan pembinaan dan pengembangan kemampuan profesi anggota. Terbukti menurutnya dengan praktik terapi cuci otak Dokter Terawan atau yang dikenal juga sebagai metode Intra-Arterial Heparin Flushing (IAHF) yang merupakan modifikasi Digital Subtraction Angiography (DSA) itu malah dihentikan.
"IDI tidak menyejahterakan anggota, orang seenak udel-nya saja memecat anggota," imbuhnya.
Lebih lanjut, Irma juga menyinggung Vaksin Nusantara yang diprakarsai Dokter Terawan namun malah 'dijegal'. Nasib Vaksin Nusantara telah ditentukan melalui nota kesepahaman alias MoU antara Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Kementerian Kesehatan dan TNI AD pada 19 April lalu.
Dari MoU itu disepakati bahwa proses pengambilan sampel darah relawan di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta itu hanya dilakukan guna kepentingan penelitian dan pelayanan. Artinya, proses vaksin Nusantara ini bukan uji klinis vaksin untuk dimintakan izin edar oleh BPOM, melainkan hanya layanan kepada masyarakat.
"Terkait Vaksin Nusantara, lah kok malah IDI tidak mendukung produksi vaksin Indonesia yang dibuat anak Bangsa Indonesia. Ini ada apa IDI dengan korporasi kesehatan dunia. Ini akan menjadi pertanyaan, saya terus terang curiga ini ada apa IDI dengan korporasi farmasi ini," tanya Irma lebih lanjut.
Irma mengusulkan agar DPR mampu mengawal revisi Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2009 tentang Praktik kedokteran. Dalam beleid itu, terdapat ketentuan bahwa Surat Izin Praktik (SIP) dokter harus menyertakan surat rekomendasi yang dikeluarkan oleh IDI.
"Saya justru hari ini ingin Komisi IX melakukan revisi kepada UU Praktik Kedokteran ini, supaya IDI tidak superbody, yang semena-mena terhadap anggotanya. Harusnya IDI melindungi anggotanya, bukannya memecat anggota yang punya inovasi bagus," tutup Irma.