Di RUU KUHP Penghinaan Terhadap Presiden Harus Dilaporkan Sendiri Secara Tertulis

Nusantaratv.com - 25 Mei 2022

Wakil Ketua Komisi III DPR, Desmond Junaidi Mahesa (metrobanten.co.id)
Wakil Ketua Komisi III DPR, Desmond Junaidi Mahesa (metrobanten.co.id)

Penulis: Supriyanto

Nusantaratv.com - Setelah sempat tertunda pada tahun 2019 silam, Komisi III DPR RI bersama Pemerintah melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham). Akhirnya sepakat untuk kembali melanjutkan pembahasan atas Revisi Undang-undang (RUU) KUHP dan RUU Pemasyarakatan.

Wakil Ketua Komisi III DPR, Desmond Junaidi Mahesa, mengungkapkan keputusan tersebut diambil, seiring dengan telah dilakukannya sosialisasi oleh Kemenkumham atas sejumlah pasal yang sebelumnya dianggap kontroversi kepada masyarakat.

“Dalam rapat tadi telah disepakati bersama, untuk pembahasan RUU KUHP dan RUU Pemasyarakatan lanjut ke tahapan selanjutnya. Dengan catatan Komisi III melalui pimpinan DPR akan bersurat kepada Presiden untuk melanjutkan pembahasan ketahapan selanjutnya,” ujarnya usai memimpin rapat dengar pendapat pembahasan RUU KUHP dan RUU Pemasyarakatan bersama Wakil Mentri Hukum dan Ham, Edward Omar Sharif, Rabu (25/5/2022).

Lebih lanjut diungkapkannya, sosialisasi pasal-pasal kontroversi itu diantaranya meliputi pasal penyerangan harkat dan martabat Presiden dan Wakil Presiden. Dikatakannya pada RUU KUHP ini, pasal tersebut diubah dari delik bersifat biasa menjadi delik aduan.  Dan pada mekanismenya pengaduan harus dilakukan sendiri oleh Presiden atau Wakil Presiden secara tertulis.

“Jadi kalau penghinaan atau penyerangan martabat Presiden dan Wakil Presiden, itu harus dilaporkan sendiri melalui laporan tertulis oleh Presiden atau Wakil Presiden. Tidak boleh oleh orang lain,” katanya.

Sementara dalam rapat dengar pendapat yang berlangsung di ruang rapat Komisi III DPR RI itu, Wakil Menteri Hukum dan Ham Edward Omar Sharif, mengungkapkan sejumlah pasal kontroversi diantaranya, seperti Pasal 219 tentang penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden, Pasal 278 tentang pembiaran unggas, Pasal 304 tentang penodaan agama, Pasal 414 tentang mempertunjukkan alat kontrasepsi.

Kemudian, Pasal 417 tentang perzinahan, Pasal 418 tentang kohabitasi, Pasal 432 tentang penggelandangan, Pasal 470 tentag aborsi, serta Pasal 604 tentang tindak pidana korupsi. Secara keseluruhan telah selesai disosialisasikan dengan masif kepada masyarakat.

“Secara keseluruhan sudah kita sosialisasikan dengan masyarakat. Bahkan seperti pasal terkait penodaan agama, kita telah mempertimbangkan masukan masyarakat sehingga dilakukan reformulasi rumusan. Sehingga hanya tiga perbuatan yang diatur diantaranya Melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan, Menyatakan kebencian atau permusuhan dan Menghasut untuk melakukan permusuhan, kekerasan atau diskriminasi terhadap agama, orang lain, golongan atau kelompok,” paparnya.**

0

(['model' => $post])

x|close