Nusantaratv.com - Anggota Komisi VI DPR RI Harris Turino meminta Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) memberikan perlindungan pada masyarakat, khususnya terkait meninggalnya ratusan anak karena gagal ginjal anak yang diduga disebabkan mengkonsumsi obat sirop.
Menurutnya, BPKN seharusnya 'menekan' Badan Perlindungan Obat dan Makanan (BPOM), Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dan perusahaan farmasi untuk bertanggung jawab dalam kasus gagal ginjal akut pada anak.
"BPKN dan jajarannya harus lebih mampu memberikan perlindungan pada masyarakat, terutama memberikan tekanan pada BPOM, Kemenkes, dan perusahaan farmasi atau pihak lain yang dinyatakan bertanggung jawab dalam kasus tersebut," kata Harris dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VI DPR bersama Kepala BPKN di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (3/11/2022).
Dia menilai jika BPKN tidak memberikan 'tekanan' kepada pihak-pihak tersebut, maka lembaga tersebut belum menjalankan amanat Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Menurutnya, kasus gagal ginjal akut pada anak disebutkan karena adanya cemaran zat Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) padahal bakan baku untuk obat wajib melakukan uji bahan agar sesuai standar.
"Sementara itu bahan baku tambahan memang tidak wajib dilakukan uji. Dasarnya untuk melihat bahan baku tambahan itu yaitu sertifikat yang dikeluarkan suplier bahan baku," ujarnya.
Ditambahkannya, BPKN juga harus mewaspadai bahwa zat pelarut tersebut juga dijual pada industri makanan misalnya untuk selai dan yougurt. Dia menilai hal tersebut harus hati-hati karena bisa berdampak besar pada masyarakat.
Sementara itu, Anggota Komisi VI DPR RI Muslim meminta BPKN berperan aktif untuk memberikan saran dan pertimbangan pada pemerintah untuk melindungi konsumen.
Menurutnya, kerja BPKN harus lebih serius sehingga bisa memberikan efek jera sehingga lembaga tersebut perlu menginisiasi tindakan tegas berupa pidana kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab.
"BPKN perlu membentuk posko pengaduan, karena BPKN memiliki kewenangan yang diatur dalam UU. Ini momentum untuk 'membersihkan' dunia farmasi Indonesia agar kasus ini tidak terulang," tukasnya.