Nusantaratv.com - Wakil Ketua Komisi I DPR RI Abdul Kharis Al Masyhari menyampaikan perkembangan terkini terkait proses revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Adapun progresnya saat ini sudah ada di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI setelah sebelumnya disempurnakan oleh Komisi I DPR RI.
“Jadi setelah draf kami selesaikan, kami kirim ke Badan Legislasi untuk dilakukan harmonisasi (dan) sinkronisasi dan kami sudah rapat dua kali dengan Badan Legislasi. Mudah-mudahan, satu kali rapat lagi selesai,” ujar Abdul Kharis ketika ditemui Parlementaria usai kegiatan Diskusi Forum Legislasi dengan tema” Menuju Era Baru, RUU Penyiaran Perlu Ikuti Kemajuan Teknologi” di Gedung Nusantara, DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (19/3/2024).
Ia melanjutkan bahwa rencananya jika rancangan tersebut telah selesai dan disetujui di Baleg, Komisi I akan membawa RUU Penyiaran ke Rapat Paripurna untuk ditetapkan sebagai Usul Inisiatif Komisi I (tingkat I). Ia berharap proses tersebut bisa lekas diselesaikan.
“Setelah paripurna nanti tentunya akan dikirim oleh DPR ke pemerintah. Dari pemerintah akan membuat DIM (Daftar Inventarisasi Masalah) sandingan (untuk) dikirim ke kita (DPR RI) baru dimulai pembahasan, kalau nanti sudah ada (DIM dari Pemerintah) disandingkan dan sebagainya,” jelas legislator dapil Jawa Tengah V ini.
Ia mengakui bahwa dalam revisi UU penyiaran ini, terdapat tiga isu besar yang menjadi perhatian. Adapun dua di antaranya sudah selesai, yaitu isu multiplexing dan isu analog switch off karena telah termaktub dalam UU Ciptaker yang telah diterbitkan.
“Dan sekarang (tinggal) masalah isi siaran,” imbuh Politisi Fraksi PKS ini.
Ia mengaku penyempurnaan yang dimatangkan oleh Komisi I setelah harmonisasi sebelumnya berfokus pada permasalahan digital. Pasalnya, perubahan era informasi dan komunikasi saat ini menurutnya sangat dipengaruhi teknologi dalam penyiaran.
“Perubahan ini sangat dipengaruhi oleh faktor teknologi siaran ya, sehingga ada hal-hal yang perlu ditambahkan, sehingga kita tambah. Enggak terlalu mendasar tapi memang kami pun melihat ‘Oh ya memang perlu’,“ terang Kharis.
“Baik live streaming maupun rekaman, podcast dan sebagainya itu menjadi satu sama dengan isi siaran TV”
Karena itu, ia menekankan bahwa di dalam RUU Penyiaran ini, maka akan juga memuat regulasi mengenai penyiaran digital, seperti media baru. Sehingga, harapannya, baik siaran di TV terestrial maupun digital (media baru) menjadi ruang yang aman, khususnya bagi anak-anak.
“Ini kita membandingkan, kalau di TV terestrial (selama) ini diatur (tapi) kenapa yang (media baru) ini bebas. Paham ya? Akhirnya kan begini, di (media baru) sini siaran bebas tanpa aturan (tapi di TV Terestrial) di sini diatur izin itu itu, dasarnya agar ruang siar Indonesia itu kondusif dan aman buat anak-anak,” pungkasnya.
Menurut dia, UU Penyiaran yang saat ini eksis sulit mengakomodasi kemajuan teknologi dan perkembangan media baru yang ada saat ini.
Dengan demikian, kata dia, revisi UU Penyiaran akan berisi aturan yang memperlakukan sama secara hukum terhadap seluruh bentuk siaran, terlepas dari ragam media yang digunakan, baik digital maupun konvensional.
“Baik live streaming maupun rekaman, podcast dan sebagainya itu menjadi satu sama dengan isi siaran TV, yang TV walaupun digital pun itu bisa diakses tidak hanya pada saat siaran itu tayang. Jadi statusnya relatif sama,” tuturnya.